Minggu, 19 Februari 2012

Yang Muda Yang Bergaya

Desember 2011. 




Perjalanan Saya dari Jakarta Menuju Makasar saat itu ada yang cukup menarik perhatian Saya. Bukan karena saya terbang dengan seekor singa besi terbang di malam hari tapi perhatian Saya tertuju terhadap dua orang Anak Baru Gede (ABG). Dua orang ABG ini merupakan kakak adik dan duduk di bangku paling buncit di pesawat itu. Kalau prediksi Saya, mungkin mereka berdua masih bersekolah SMP kelas 2 untuk di adik dan SMA kelas 1 untuk si kakak. Keduanya duduk tepat di samping Saya. Penampilan atau outlook dari kedua ABG ini sama seperti anak-anak lainnya terutama anak Jakarta. 

Bagi Saya penampilan dari outlook kedua kakak beradik ini tidak terlalu menjadi perhatian Saya. Tampak wajar. Namun yang tidak tampak wajar menurut penglihatan Saya adalah dari gadget yang mereka miliki saat ini. Si Kakak memiliki Iphone dalam genggamannya, memainkan Ipad di pahanya dan membuka Macbook pro sesaat setelah lepas landas. Sedangkan si Adik memainkan Blackberry Bold dan sesekali menyalakan Macbook Air kemudian mematikannya lagi. selalu berulang. waw..!!!.. Dan mereka bukan orang Jakarta, melainkan orang Makasar. hmm...



Segitu hedonisme nya kah kehidupan sosial seperti ini di Indonesia khususnya di ibukota?. Bahkan untuk anak diluar ibukota Jakarta. Anak seusia mereka sudah memiliki gadget berteknologi tinggi yang seyogyanya belum terlalu perlu [menurut Saya]. Saya kira, hedonisme seperti ini hanya tampak untuk anak-anak seusia mereka di ibukota Jakarta saja. Tapi Saya salah. Sepertinya ada keinginan anak daerah mengikuti perkembangan terkini sama seperti anak-anak yang tinggal di ibukota Jakarta. Salah satunya adalah Gadget tersebut. 

Sungguh berbeda dengan jaman saya masih seusia mereka. Jangankan handphone, komputer saja belum diberikan oleh orang tua saya. Miris. Namun bagi Saya, itu bukan menjadi hal yang kurang karena Saya tidak memiliki sebuah gadget saat itu. Ada sebuah alasan yang kuat dari kedua orang tua Saya selain faktor finansial, yang menjadikan pertimbangan untuk tidak memenuhi semua yang Saya perlukan saat itu. Saya tidak menanyakan langsung namun Saya menemukan sendiri setelahnya. 

Hal apakah yang menjadi pertimbangan setiap orang tua jaman sekarang untuk menyediakan semua gadget teknologi itu kepada anak-anaknya?. Prestise?. kebutuhan?. lifestyle?. hm... Menurut Anda kira-kira apa ya?. Menurut perspektif Saya, orang tua jaman sekarang akan terlihat OK/BAIK di mata anak-anaknya jika dapat memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya. Adanya rasa bersalah dengan meninggalkan anak dengan bekerja sepertinya menjadi sebuah alasannya selain itu alat komunikasi dengan si anak. Dan pewujudannya dengan membelikan gadget. Perkembangan teknologi yang tidak hanya sebatas SMS atau telepon, menjadikan Gadget berteknologi tinggi menjadi pilihan utama. 

Ada hal lain yang dirasakan oleh anak-anak sekarang jika sudah berada di lingkungan sesama mereka. Jika tidak menggenggam gadget tersebut akan dikucilkan oleh teman-teman sepergaulannya karena dianggap tidak gaul. 

hello....gaul?. 

Kalau tidak punya gadget itu berarti tidak gaul ya?. Kebutuhan interaksi sosial seperti Facebook ataupun @twitter , seperti sudah menjadi sebuah keharusan saat ini. Terutama bagi anak-anak seusia mereka. Walaupun penggunaannya cuma sebatas eksis saja dan narsis diantara mereka. Tidak lebih. 

Sebenarnya siapa yang patut disalahkan dengan kondisi seperti ini?. Teknologikah?. Orang tuakah?. Anaknya kah?. Atau lingkungan?. Semua kembali ke persepsi masing-masing. Dan semua dikembalikan atas kebutuhan dan kemampuan masing-masing orang. jangan terlalu dipaksakan jika tidak mampu untuk memilikinya. 

Bagi Saya yang saat ini sudah bekerja, satu handset Blackberry dan Laptop dirasakan sudah cukup. keduanya sudah mampu memenuhi kebutuhan Saya saat ini. Saya tidak iri dengan apa yang yang dimiliki oleh anak ABG tersebut, namun sepatutnya kedua orang tuanya menyediakan yang memang pantas bagi anaknya. Jangan berlebih.  

Keinginan manusia yang ingin terlihat 'lebih' di mata orang lain menjadi sebuah bom waktu bagi dirinya sendiri. Sampai batas kapankah manusia itu dapat memperlihatkan kemampuannya agar terlihat 'lebih' untuk bisa bertahan 'lebih' lama ?. Tanpa sebuah jati diri yang kuat, yang terjadi adalah Manusia itu akan terombang ambing dengan perkembangan yang semakin cepat saat ini. terutama teknologi. 

So, How Bout you? Depend on you. 




With Life, 


Mks
Jakarta, 19 Feb 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar