Senin, 27 Februari 2012

Keuangan Modern

Jakarta. Notabene sebuah kota megapolitan di asia saat ini. Istilah megapolitan mengacu kepada beragamnya komoditas yang dijual di sebuah wilayah yang memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 9.588.198 jiwa (2010). Wilayah megapolitan Jakarta (Jadebotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia. jadi tidak mengherankan semua tersaji dan tersedia di Jakarta. Dab hal inilah yang menjadi pertimbangan berbagai macam bank untuk menerbitkan jasa pelayanan pembayaran modern saat ini, Kartu Kredit

Sifat konsumerisme terutama di kota besar seperti Jakarta, menjadi target utama bank penerbit kartu kredit. Berbagai promo dan kerjasama gencar dikeluarkan oleh staff marketing masing-masing bank. Promo bank tersebut terkadang sudah diluar rasio akal normal demi menyaring konsumen sebanyak-banyaknya. Dimulai dari bebas iuran tahunan selama setahun bahkan ada yang hingga seumur hidup. Bahkan mendapatkan cashback ratusan ribu hingga jutaan rupiah untuk setiap pembelanjaan minimal berapa juta di sebuah merchant tertentu. Sadis...!!!. 


Kehidupan modern saat ini dituntut azas kepraktisan sehingga berusaha meninimalkan perputaran uang di masyarakat dan beralih ke uang elektronik, entah itu kartu debit, Flazz, atau kartu kredit. Sehingga fungsi uang sebagai alat pembayaran fisik yang sah secara perlahan menurun dan digantikan uang elektronik ini. Sehingga fungsi bank tidak hanya sebagai lembaga penyimpan uang juga sebagai penyalur dan penyedia jasa uang elektronik. 

Berdasarkan data AKKI per November 2011, jumlah kartu kredit mencapai 14,6 juta, tumbuh 8,1% dibandingkan akhir Desember 2010 (ytd). Nilai transaksi Rp 162 triliun, tumbuh 13,2%. Adapun volume hanya meningkat 6,2%, menjadi 187 juta transaksi. Dan terbagi dalam beberapa asosiasi kartu seperti VISA, Master Card, American Express, Japan Credit Bureau (JCB), GE, dan lain-lain. 

Namun, adanya Peraturan BI (PBI) tentang alat pembayaran menggunakan uang elektronik (kartu kredit) dan pembatasan bunga kartu kredit serta kepemilikan kartu berdampak besar ke bisnis bank penerbit. Kontribusi pendapatan kartu kredit terhadap laba bank terancam turun. Sehingga cara lain agar tingkat keuntungan tetap tinggi, bank tak memiliki cara lain, kecuali menggenjot volume, nilai transaksi dan memperluas basis nasabah baru. Bahkan tidak jarang kepemilikan uang elektronik ini terutama kartu kredit menjadi sebuah prestise tersendiri. Semakin banyak memiliki kartu kredit maka semakin baik catatan putih keuangan bagi si pemilik kartu kredit tersebut. 

Jika Bank Indonesia (BI) mematok bunga kartu kredit maksimal 3%, margin akan menyusut. Saat ini rata-rata bunga kartu kredit berkisar antara 3,25% hingga 3,75% untuk biaya pembelanjaan dan diatas 4% hingga 5% untuk biaya tarik tunai (ATM). Bahkan ada beberapa bank ada yang mengetok bunga hingga 4% untuk biaya pembelanjaan. Bank bertambah berat karena BI melarang bank menerapkan praktik bunga majemuk atau bunga berbunga dalam menghitung tagihan. Jadi, tak ada lagi penghitungan bunga dengan mengakumulasi semua tunggakan. Potensi penurunan terbesar berasal pendapatan dari penghasilan bunga. 

Bagi pengguna kartu kredit yang cerdas, jasa layanan uang elektronik ini sangat bermanfaat. Banyaknya fasilitas dan promo yang ditawarkan cukup mampu menarik manfaat lain seperti beberapa bank bekerja sama dengan Airport Lounge sehingga pengguna kartu kredit bisa memanfaatkan jasa airport lounge ini. Selain itu adanya bonus point yang dapat diperoleh dengan pemakaian jumlah minimal tertentu dan dapat ditukarkan dengan barang-barang lain ataupun milleage/jarak penerbangan beberapa maskapai penerbangan nasional ataupin internasional. 

Unit bisnis yang menggiurkan dari bank yang banyak digencarkan saat ini, akan dirasakan tidak banyak "bermanfaat" bagi bank jika pengguna kartu kredit tepat melakukan pembayaran setiap bulannya dan membayar penuh. Bank tidak akan mendapatkan "keuntungan" lain jika yang terjadi seperti ini. 

Namun, manusia modern saat ini terutama di kota besar seperti Jakarta tidak banyak yang seperti itu. Selalu bersikap konsumerisme dan tidak mampu untuk melakukan pembayaran. Seharusnya manusia modern yang bijak, mampu menghitung berapa maksimal tagihan yang mampu dibayarkan penuh dan tepat waktu. Jadi jangan menyalahkan bank jika pengguna kartu kredit ini 'dikejar' setiap harinya karena ketidakmampuannya untuk membayar. 

Memiliki kehidupan yang tidak tenang setiap harinya, merupakan efek buruk dari kepemilikan kartu kredit. Bak Film 'Kejar Daku Kau Kudamprat' merupakan sebuah istilah untuk efek buzzer dari bisnis kartu kredit ini. 

Selalu bersikap bijak dalam pengaturan keuangan sehingga meminimalkan resiko kehidupan Anda. Pergunakan dengan sebaik-baiknya kartu kredit dan utamakan kartu debit jika Anda memiliki juga. 

Jangan sampai hutang Anda di bank, dibawa sampai mati dan menyusahkan anggota keluarga yang ditinggalkan. menjadi manusia modern yang hidup dalam kemodernan, harus bersikap modern dalam pengaturan keuangan yang modernitas. 






With Life, 


MKS
Jakarta 27 Feb 2012 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar