Kamis, 24 Mei 2012

Pada Sebuah Colt

Probolinggo.

Kamis Senja yang baru saya rasakan di sebuah kota di Jawa Timur dengan udaranya cukup sejuk dan tidak terlalu ramai dengan lalu lalang manusia membuat saya seperti berada di rumah saya sendiri. Ini kali pertama saya berada di kota ini. Probolinggo. Sebuah kota yang merupakan titik  awal sebelum menuju ke tujuan saya sebenarnya yakni Negeri pasir di atas awan. Sebuah julukan yang saya berikan untuk keindahan gunung Bromo saat ini. 



Sebuah perjalanan saya yang tidak terlalu lama yakni sekitar 4 jam dari Surabaya. Perjalanan menggunakan bus yang melaju kencang bak mobil Ferrari. wushhh... Hampir semua bus di Jawa Timur sudah terkenal dengan kecepatannya yang super luar biasa. Jalan darat yang ramai bisa dilalui seperti berada di lintasan perlombaan mobil balap F1. Edan. Anda mungkin tidak akan percaya, jadi tidak ada salahnya jika saya mempersilahkan Anda untuk mengalami sendiri dengan menunggangi bis 'Ferrari' di Jawa Timur. Jalanan mulus ataupun berbatu, semua akan dilalui dengan kecepatan tinggi. Mengerikan memang, apabila bagi Anda yang memiliki penyakit jantung. Pengalaman ini akan menambah mimpi buruk bagi kesehatan Anda. Bagi Anda yang tidak sanggup melihat balapan selama perjalanan alangkah baiknya Anda menutup mata Anda dan tidur. Yakin pasti lebih nyenyak setelah Anda berdoa terlebih dahulu agar tidak terjadi apapun selama perjalanan. 


Namun bagi saya, menaiki bus ala 'Ferrari' itu tidak menjadi sebuah masalah penting. Saya menikmati semua hal yang terjadi. Bersyukur. Setiap hal yang terjadi dalam kehidupan tidak akan terjadi untuk kedua kalinya. Jadi, mengeluh dengan apa yang tidak menyenangkan bukan menyelesaikan sebuah masalah tetapi akan menimbulkan permasalahan baru. Stress. heheh.. 


Perjalanan ala bus 'Ferrari' selama kurang lebih 4 jam akhirnya berakhir. Perjalanan saya dan 4 orang teman sesama komunitas backpacker dari Jakarta yang memiliki misi dan tujuan yang sama yakni Gunung Bromo. Setiba di terminal Probolinggo sudah hampir senja, sekitar jam 4 sore. Namun, permasalahan-permasalahan baru muncul. Penginapan di Cemoro Lawang, Transportasi saat subuhnya, dan waktu yang hampir malam. Karena saya dan keempat teman saya belum menemukan sebuah penginapan, hal ini menjadi kekhawatiran. Maklum teman saya ini, semuanya wanita. heheehe. Menemukan penginapan yang murah saja dan juga bersih tidak terlalu sulit apabila tiba di Cemoro Lawang masih dalam kondisi terang sehingga banyak alternatif yang dapat dipilih sebelum ditentukan. Namun, itu hanya sebuah rencana awal dan berbeda dengan kenyataan di lapangan. Selain itu, saya dan keempat teman saya harus menunggu mobil Colt yang akan membawa saya dari terminal Probolinggo menuju Cemoro Lawang. Menunggu memang bukan sebuah hal yang menyenangkan apabila menghabiskan waktu yang cukup lama. Saya harus menunggu mobil Colt terisi penuh penumpang dahulu baru akan berangkat. Hufh. Alhasil, sambil menunggu saya mengisi perut dulu dengan makanan asli Jawa Timur. Rawon. 


Yeah... Mobil Colt ini akhirnya penuh. Ada sekitar 13 orang dalam mobil ini termasuk supir dan kernetnya. Penumpang mobil ini antara lain saya dan 4 teman backpacker saya, sepasang wisatawan dari Jakarta [juga], 3 orang wisatawan asing serta 1 orang wanita. Karena posisi di tengah mobil Colt sudah penuh sehingga mau tidak mau saya harus duduk di depan. Di tengah. Di samping kiri supir dan di samping seorang wanita yang ternyata seorang guru. 


Saya sungguh bersemangat dengan jalan-jalan di titik ini, gunung Bromo. Walaupun badan letih dengan membawa tas carrier yang berat dan sebelumnya dari jalan-jalan di Karimun Jawa (red) tapi perjalanan menuju gunung Bromo untuk menyaksikan matahari terbit mampu menghilangkan rasa letih itu. Sebuah moment yang tak terbayarkan. I'm so excited. 


Matahari pun sudah tenggelam menghilang di balik horison senja ketika mobil Colt ini meninggalkan terminal di Probolinggo. Udara dingin mulai menusuk tulang hampir menyentuh sumsum tulang terdalam. Namun ini belum seberapa ketika nanti saya sudah berada di Cemoro Lawang. Lebih dingin bahkan mampu menjadi hipotermia apabila kondisi fisik tidak dalam kondisi fit. 


Saya yang terjebak di posisi depan. Perjalanan ini cukup jauh dan waktu sudah malam tetapi berhubung saya duduk di depan, menjadikan saya tidak bisa tidur. Entah itu ingin melihat kondisi suasana menuju Cemoro Lawang atau merasa pekewuh untuk tidur. Di lain hal juga, kondisi baterai Blackberry saya yang sudah sekarat sehingga lebih baik di-off-kan daripada dipaksakan. Alhasil, mata dipaksa untuk kompromi dengan situasi keterjebakan ini untuk tidak tertidur. Sehingga, untuk menghilangkan kebosanan saya mengajak untuk mengobrol supir mobil Colt tersebut walau ala kadarnya. 


"Berapa jam nyampe ke Cemoro Lawang?", tanya saya untuk mencairkan suasana awal.
"sekitar 3 jam mas.Kalau jalanan lancar mungkin 2 jam juga bisa sampai ", jawabnya setengah tidak pasti karena cuaca menuju Cemoro Lawang gerimis. 


Hujan gerimis ini membuat perjalanan menjadi sedikit terhambat serta kondisi medan yang berliku dan tanpa sinar penerangan kecuali lampu mobil Colt itu sendiri. Apabila Anda yang belum terbiasa melintasi perjalanan menuju Cemoro Lawang mungkin akan menakutkan. Bagaimana tidak, jalan berliku dan salah atau slip sedikit jurang yang terjal ke bawah sudah menanti Anda. Tidak awas dengan lampu penerangan mobil Anda, bisa berakibat buruk.

"Mas, sudah pernah ke Bromo sebelumnya?", tanya supir Colt tersebut dan baru lah saya mengetahui namanya Safii. 
"Belum mas, ini yang pertama kali", jawab saya sambil mengikuti gerak mobil yang meliuk-liuk  dengan kecepatan yang labil. Terkadang kencang namun sesekali pelan sambil berbelok. 
"Bromo lagi sepi atau masih rame mas?",
"kembali seperti sebelum-sebelumnya sih mas.kalau misalnya mas datang seminggu yang lalu,wah pasti akan bisa melihat upacara Nyepi oleh suku Tengger.Bromo rame banget sampai penginapan semuanya full ", tutur mas Safii dengan polos. 


Gunung Bromo memang diidentikan dengan suku aslinya yakni Tengger dan mayoritas merupakan penganut agama Hindu. Namun yang menjadi sebuah keanehan di otak saya seketika itu adalah pernyataan mas Safii tentang upacara Nyepi dan tidak sepi. Ramai. Namun saya tidak ingin membahas panjang penjelasan mas Safii mengenai hal tadi karena tidak terlalu penting untuk dipermasalahkan serta saya juga bukan asli gunung Bromo sehingga saya mengiyakan saja. Selesai bukan!. 


"Mas Safii asli sini?", tanya saya lagi.
"Bukan.tapi istri saya asli sini, jadi sekarang tinggal disini..", ujarnya.
"Oooo...", 
"Mas sudah menikah?", tanya mas Safii kepada saya balik.
"Belum mas", 
"Emangnya umur mas berapa?", tanyanya lagi.
"27 ", jawab saya singkat. "Kalau mas Safii sendiri?", tanya saya ulang.
"sudah mas.anak 1.sudah mau masuk sekolah TK ", jawabnya polos. 
"Menikah muda mas, karena 'kecelakaan'.. ", sambungnya sambil tersenyum malu. 
"Ooooo...", hanya itu yang keluar dari mulut saya setengah tidak percaya. 
"saya sudah mencoba kerja di Jogja  juga mas di travel sebagai supir juga.maklum saya tidak sampai sekolah tinggi, mas. Keluarga gak mampu..", ungkap mas Safii sambil mengendarai mobil Colt ini di kegelapan malam dan hembusan rokok kretek dari mulutnya. Asap rokok ini yang sesekali menghinggap ke wajah saya mengikuti pergerakan mobil. Mengganggu memang karena saya bukan seorang perokok namun saya tidak bisa berbuat banyak. 


"itu adik saya mas...Imam..", ujar mas Safii sambil menolehkan kepalanya ke belakang mengarah ke seorang anak yang masih belia dan duduk persis di samping pintu. Saya langsung menoleh kepala dan menilai sepertinya pekerjaan ini sudah menjadi sebuah pekerjaan turun temurun. 


"Sehari-hari membantu mas Safii jadi kernet ?", tanya saya balik. 
"Enggak mas. karena sekarang sekolahnya lagi libur, dari pada ngelakuin yang enggak-enggak mending saya ajak aja disini.bantu-bantu saya.buat nambah uang jajan dan uang makan dia-lah mas...", ujar mas Safii. 
"Imam masih SMP yah mas ?", tanya saya lagi. 
"iya mas..", jawab singkat mas Safii. 


Kegiatan sambilan yang dijalani adiknya mas Safii, Imam, memang sah-sah saja. Apalagi untuk mengisi waktu dan membantu saudaranya. Tetapi mengingat usianya masih belia dan waktu sudah menunjukkan sudah hampir jam 9 malam tidak seharusnya Imam ada di sini. Saya cuma bisa terdiam menelan ludah dengan sebuah realitas yang terjadi di Indonesia apalagi di wilayah-wilayah terpinggirkan ibukota. Di sebuah desa yang masih berada di pulau Jawa saja masih seperti ini, bagaimana yang berada jauh dari pulau Jawa ?. Saya hanya bisa tergugu dengan kondisi ini. Ironi sebuah kehidupan. Terkadang, sebuah mimpi yang ingin direngkuh terpatahkan dengan sebuah realita kehidupan. Manusia tidak bisa selamanya hidup dengan bermimpi namun manusia tidak dapat berlari dari sebuah kenyataan yang sudah ada di depan mata. Manusia hanya bisa berusaha untuk menjadi dan mendapatkan yang terbaik tetapi semuanya akan dikembalikan lagi kepada kuasa Sang Pencipta. 


"Sebenarnya saya tidak ingin seperti ini selamanya, mas. Tapi yang seperti inilah yang saya bisa..", ujar mas Safii. 
Sebuah profesi yang sudah dijalani mas Safii selama 5 tahun ketika usianya baru menginjak 17 tahun hingga saat ini walaupun sebagai seorang supir. Dari supir ke supir. Dari supir travel, bis kota hingga terakhir menjadi supir Colt ini. 


"Yang penting bisa makan, mas dan dapatnya halal..", lanjutnya. 


Malam itu, saya lebih banyak menjadi seorang pendengar dan sesekali menimpali. Mendengarkan ungkapan seorang supir mobil Colt, mungkin bagi sebagian orang akan membosankan tetapi tidak bagi saya. Ada sesuatu dari cuma sebuah obrolan. Walaupun saya tinggal di ibukota Jakarta, tapi prinsip hidup saya tidak menjadikan ini sebuah kepongahan. Tetap down to earth. Bukan berarti orang ibukota itu lebih dari segalanya dibandingkan orang desa. Bahkan mungkin orang desa jauh memiliki lebih banyak pelajaran kehidupan dibandingkan dengan saya sendiri. 

Saya menarik nafas, bukan karena kesulitan mendapatkan udara tapi karena otak saya menstimulin untuk mencerna dengan obrolan sepanjang jalan menuju Cemoro Lawang. Saya cukup bersyukur dengan apa yang sudah saya terima saat ini dari Sang Pencipta dan hanya mampu mendoakan kepada mas Safii dan semua orang-orang yang mengalami kehidupan yang dilalui berat. Namun dengan cobaan seperti itulah, manusia belajar menjadi lebih kuat dan tidak berperilaku cengeng dalam menghadapi kesulitan apapun. Saya semakin tenggelam dengan kebengongan ini. 


"Mas, sudah dapat penginapan di Cemoro Lawang belum ?", tanyanya mengagetkan saya. 
"hmmm....kayaknya sih belum mas.tadi temen saya sudah berulang kali menelpon prnginapan yang direkomendasikan temen-temen backpacker namun tidak nyambung mas...", jawab saya sambil menoleh ke belakang dan melihat keempat teman saya yang tertidur. Tidak ingin membangunkan. Kasian. Namun saya cukup khawatir dengan kondisi yang sudah malam namun belum mendapatkan penginapan yang pasti. Apalagi saya seorang laki-laki sendiri. Saya hanya bisa berpikir kalau pun nantinya harus menginap di hotel yah mau apa lagi. Saya tidak pernah mau ambil pusing dengan apa yang terjadi nanti terutama biaya yang akan besar dikeluarkan. Walaupun liburan saya bertemakan ala backpacker namun apabila ada pengeluaran yang diluar dari budget tidak menjadikan sebuah masalah. Tidak harus benar-benar ala backpacker. Semua bisa dikondisikan. Tetapi dari obrolan dengan mas Safii ini membuat saya sedikit bisa tersenyum sumringah. "I can save enough money with it..", ungkap saya girang dalam hati. 


"Kira-kira tahu penginapan yang murah gak mas..", tanya saya spontan. "cuma 1 malam ajah sih mas..hehehe...". 
"Ada mas.Tapi nanti kita obrolin setelah sampai di Cemoro Lawang yah..",  jawabnya singkat sambil menyalakan rokok yang keempat selama perjalanan ini. 
"Oke mas...", jawab saya menimpali. 


Tidak banyak yang saya lihat selama perjalanan, hanya hutan sesekali diselingi rumah-ruamh penduduk menjadikan saya iseng untuk menghitung berapa rokok yang dihabiskan mas Safii. Entah itu untuk mengatasi kebosanan atau sudah menjadi kebiasaan atau untuk mengimbangi udara di Probolinggo yang semakin naik semakin dingin. Saya pun tidak peduli dengan alasan logis menurut saya, namun hisapan rokok keempat ini sepertinya semakin dalam menggerogoti paru-paru. 


"ah..perjalanan ini lama sekali...", keluh saya karena tangan terasa gatel karena ingin secepatnya eksis dengan Blackberry saya. Entah itu melihat isi Blackberry Messenger atau nge-twit. Tapi ingin rasanya menyelonjorkan kedua kaki saya adalah alasan yang utama. Pegel bow, lebih dari 6 jam duduk dan dengan kaki yang terlipat. 
"Apa sajalah..", gumam saya dalam hati. 


Keasikan saya menoleh kanan kiri, maklum karena duduk di tengah dan secara tidak sengaja bertabrakan mata dengan seorang wanita yang dari tadi duduk di sebelah saya. Mungkin memperhatikan saya juga kali yah. Seorang turis domestik.heheh..


"Sendirian mas ?", tanya wanita tersebut. Pertanyaan standard dan mungkin terkesan itu-itu saja sudah sering saya terima selama perjalanan ini. 
"iya mbak.Tapi ke Bromo nya bareng-bareng temen.tuh ada di belakang, mbak..", ujar saya sambil melirik ke belakang dan diikuti wanita tersebut. Tersenyum simpul.  


Saya melirik diam-diam ke arah wanita yang duduk di samping saya. Seorang wanita yang berpakaian cukup rapi, bersetelan blazer biru namun terlihat gelap karena minimnya penerangan di sepanjang jalan ini, berjilbab putih, kacamata dan membawa tentengan plastik yang cukup banyak. Saya bisa memperkirakan kalau wanita ini baru pulang kerja dari kota dengan tetengan belanja bulanannya di kota. Wanita ini tersenyum kepada saya dan saya pun membalasnya. Saya memperkirakan usia wanita ini sekitar 30an. 


"mbak tinggal disini..?", tanya saya. 
"iya mas. tapi saya baru dari kota..", jawabnya. Kota yang dimaksud wanita ini adalah kota Probolinggo. Walaupun perjalanan ke Cemoro Lawang juga masuk propinsi Probolinggo, namun sebutan kota berarti ibukota kotamadya Probolinggo. 
"Oooo...", ujar saya. 
"lagi liburan mas..?", tanyanya lagi. 
"iya mbak...hehehe...", jawab saya sambil tersenyum karena suasana hati yang senang karena sedang liburan. 
"kuliah yah mas..?", tanyanya lagi dan saya langsung menoleh. Senyum simpul terpancar dari wajah saya mendengarkan pertanyaan wanita ini kepada saya yang membuat saya tidak percaya. WoW. 
"Kuliah..heheheh.?". Sedikit merasa tersanjung dengan tebakan wanita ini. Ternyata wajah saya masih terlihat muda yah dan ini membuat saya melayang hingga langit ketujuh. Tapi lagi-lagi saya diingatkan bahwa ini realita bukan mimpi. Hufh...
"Enggak mbak.saya kerja.lagi cuti saja mbak..", jawab saya sambil setengah tidak terima kalau ternyata dunia nyata saya sudah tidak muda lagi. tapi inilah realita. 
"Ooo....", ujarnya pelan sambil menoleh keluar jendela. 
Entah itu untuk menghirup udara segar atau merasa malu dengan tebakannya mengenai saya yang ternyata jauh dari kebenaran. Saya terima respon itu sebagai sebuah penghinaan secara halus. Hufh..  


Saya kembali melirik kembali ke arah mas Safii yang tetap fokus mengendarai mobil Colt ini. Sesekali saya melirik jam tangan saya dan mencoba memprediksi waktu tiba di Cemoro Lawang berapa lama lagi. 2-3 jam seperti yang dijelaskan mas Safii kepada saya tadi ternyata jauh melebihi dari apa yang terjadi saat ini. Benar-benar sebuah realita. 


"kerja dimana mas..?", tanya wanita ini lagi mengagetkan saya.
"di Jakarta, mbak..", 
"PNS atau swasta, mas..", 
"Swasta mbak. Kalau mbak nya dimana..?", tanya saya balik. 
"saya guru mas.Guru di SMA Negeri...", 
"Ooo..guru..", ujar saya pelan. 
"guru apa mbak..?", 
"guru BK, mas. Bimbingan dan Konseling..", jelasnya. 
"Kalau mas nya dimana..?", tanya wanita ini lagi. 
"Saya kerja di bank, mbak.bank asing..", jawab saya lengkap sebelum akan ditanyakan lagi. 


"Ooo....dulu kuliah dimana mas..?", 
"IPB, mbak..hehehe...", jawab saya sambil tertawa. Sebuah realita yang berlawanan dengan apa yang terjadi saat ini. Mungkin banyak yang terkejut dengan apa yang terjadi dengan saya terutama dengan almamater saya, IPB. Sebuah perguruan tinggi yang seharusnya menghasilkan cendekia-cendekia yang ahli di bidang-bidang pertanian, peternakan, perikanan ataupun kehutanan namun yang terjadi malah sebaliknya. Banyak lulusan IPB ahli dan terkenal di bidang yang terlihat jauh dari bidangnya seperti ekonomi bahkan menjadi dunia pers. Tidak sedikit juga yang berkecimpung di perbankan. Dan saya salah satunya. Tidak salah jika, almamater saya diplesetkan menjadi Institut Perbankan Bogor, atau Institut Pers Bogor bahkan menjadi Institut Pleksibel banget. Hehhe.. tapi itulah sebuah realita. Ilmu yang diperoleh di sebuah institusi pendidikan tidak selamanya terpakai semuanya. Ada kepintaran yang menjadi tolak ukur awal namun perlu didukung dengan sedikit hoki untuk membuatnya menjadi sebuah kesempurnaan. 


"IPB yah..tapi kok bisa di bank ya mas..", tanyanya lagi sedikit tidak percaya. 
"saya kuliah di jurusan agribisnis, mbak. lebih banyak kuliah di management-nya..heheh..", ujar saya sambil menjelaskan panjang lebar ruang lingkup kuliah saya. Akhirnya wanita ini mengerti dan paham dengan paparan saya. 
"Oooo...", ujarnya.
"kalau mbak sendiri, kuliah dimana..?", 
" di Jember mas. Unjem. Jurusan Ekonomi...", ujarnya. 


Mendengar wanita tersebut dahulu kuliah di Jember dan jurusan Ekonomi, otak saya langsung mengingat pelajaran yang dipegang wanita ini di sekolah tersebut, Bimbingan dan Konseling. Sebuah pelajaran yang juga tidak ada sangkut pautnya dengan gelar yang diterimanya. Sarjana Ekonomi. Namun, lagi-lagi saya bersikap realita. Semua hal bisa terjadi di dunia ini. Dunia riil. Kehidupan. 


"lho..kok, BK, mbak. Bukannya itu lebih dekat kaitannya dengan psikologi yah mbak..?", tanya saya penasaran. 
"iya mas...Awalnya saya juga ingin sama seperti mas. bekerja di Bank..", ungkapnya. 
"heeheh...", respons saya spontan. 
"Saya asli Probolinggo, trus kuliah di Jember jurusan ekonomi lagi. setelah lulus kuliah, saya sangat berkeinginan bekerja di bank. Memiliki gaji yang besar, fasilitas yang memadai serta pekerjaan yang berkelas kalau menurut saya, mas. semua bank sudah dicoba namun kebanyakan selalu gagal di ujian akhirnya. entah itu wawancara atau psikotest lanjutannya. Tapi, kedua orang tua saya tidak setuju kalau saya bekerja di Bank. Mungkin karena itu, mas..", paparnya sambil murung. 
"mungkin belum rejeki mbak...", ujar saya berusaha membesarkan hati wanita ini. 
"awalnya sih mungkin seperti itu, mas. saya selalu sembunyi-sembunyi dari orang tua saya hanya untuk ikut test atau panggilan di bank, mas..Tapi selalu ujung-ujungnya gagal.", 
"masa sih mbak...", 
"iya, mas. orang tua saya ingin saya jadi guru,mas. trus kerja di dekat rumah juga.jadi gak perlu jauh-jauh. Saya sudah hampir stress karena ini. sudah sering saya salat tahajud minta pencerahan sama Allah, tapi belum dijawab juga. memang ya, mas. tanpa doa restu dari orang tua segala yang kita kerjakan pasti tidak dapat berjalan dengan baik. contohnya apa yang terjadi dengan saya..", ungkapnya. 


Saya kembali terdiam dengan paparan wanita ini. Pelan namun menyentuh. Terkadang manusia terlalu besar porsi keegoisannya terutama berkaitan dengan hal-hal duniawi. Bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dinginkan termasuk dengan hal-hal yang tidak benar. Sering menyalahkan orang lain dan juga menganggap dirinya selalu benar menjadi sebuah komoditas tertinggi dari sifat manusia modern saat ini. Sehingga melupakan sebuah hal mendasar dari sebuah kehidupan bahwa semuanya dikembalikan kepada Sang Pencipta. Doa dan Usaha. Keduanya harus berjalan beriringan, tidak berselipan. Karena tanpa sebuah doa, segala hal tidak dapat dilancarkan oleh Sang Pencipta. Namun tanpa adanya usaha maka segala hal yang diimpikan tidak bisa direalisasikan. Jangan hanya berkutat dalam sebuah mimpi. Mari bangun dan lihatlah realita di depan mata. 


"akhirnya saya menyerah dengan mimpi saya.tapi saya diberikan mimpi lain.mimpi yang direstui oleh orang tua saya. ada lowongan pekerjaan menjadi seorang guru di sekolah saya ini. awalnya saya ragu karena latar belakang pendidikan saya yang jauh berbeda dengan lowongan pekerjaan yang tersedia. guru bimbingan konseling. tidak ada yang ada dalam gambaran saya mengenai bimbingan dan konseling.blank. saya bertanya kepada orang tua saya dan mereka menyuruh saya untuk mencoba terlebih dahulu. dan Alhamdullilah, saya diterima di sekolah itu. Niat saya memang ingin mengajar pelajaran ekonomi sesuai bidang ilmu yang saya terima di perguruan tinggi. tapi karena slot guru ekonomi masih penuh, jadi mau tidak mau saya menerima tawaran menjadi guru BK. sedikit terpaksa awalnya tapi sekarang saya senang..", ungkapnya sambil tersenyum jujur. 
"BK itu ngapain yah, mbak..?", tanya saya polos karena tidak terlalu paham dengan keberadaan pelajaran itu di sekolah-sekolah hingga saat ini. 
"Guru Bimbingan konseling itu seperti tempat sampah-nya anak-anak, mas. mendengarkan segala keluh kesah mereka.entah itu karena pelajarannya,guru-nya,percintaan-nya bahkan ada yang mengenai keluarga mereka juga. semuanya deh. sebagai seorang guru BK, saya harus bisa memposisikan saya. kapan saya berperan sebagai guru, kapan sebagai kakak, kapan juga sebagai orang tua.jadi agak ribet sih istilahnya, mas. memang kelihatannya gampang, tapi karena yang dihadapi psikologi-nya anak dan masih labil jadinya sulit, mas..", ungkapnya. 
"kalau saya salah memberikan nasihat atau masukan takut berakibat gak bener nanti sama anaknya.kasian kan...", lanjutnya. 


"iya sih, mbak...", ujar saya membenarkan penjelasan wanita ini yang mengingatkan masa-masa saya dulu juga seperti itu. bingung di usia-usia rentan. Masa pencarian jati diri. 
"Awalnya sih bingung banget mas.mau ngajar tapi gak tahu apa yang ingin diajar.tetapi karena kepala sekolahnya kenal dengan saya dan memberikan masukan dan juga semangat kepada saya, akhirnya saya sering membaca literatur-literatur mengenai bimbingan dan konseling..", ungkapnya lagi. 
"Baca buku psikologi yah, mbak ?", tanya saya.
"bukan mas.buku bimbingan dan konseling juga..",imbuhnya.
"ada ya..?", tanya saya tak percaya.
"ada.tapi memang belum sebanyak buku psikologi. mungkin orang awam mengira kalau psikologi dan BK itu sama, namun kenyataannya beda mas..", 
"oh ya..?", 
"iya mas.kalau psikologi lebih banyak mempelajari tentang mental dan jiwa untuk orang umum, sedangkan kalau bimbingan konseling lebih sempit cakupannya....", ujarnya sambil menghembus nafas yang panjang. 
"karena keperluan untuk mengajar BK itu syarat utama saya, akhirnya saya sekolah lagi mas...", ungkapnya. 
"oh ya..kuliah dimana mbak?S2 yah..?", tanya saya beruntut.
"iya mas.di Unbraw. bukan S2 mas. S1..hehehe..", jawabnya sambil tersenyum ke arah saya.
"kuliah S1 saya seperti gak kepake mas di sini..jadi untuk ini sekolah lagi...", imbuhnya lagi.
"oh gitu mbak...tapi dapat beasiswa dari sekolah kan mbak..?", tanya saya lagi.
"hmmmmm....", hembusan nafas wanita ini seakan menohok saya untuk jangan banyak bertanya lagi karena hal ini sangat sensitif. 
"pengennya sih mas.tapi sekolah di daerah mana mungkin ngasi beasiswa kepada saya...", ungkapnya sambil menunduk sedih. 


"Oouups...", saya terdiam. Saya salah. 'Jangan terlalu suka bertanya kepada orang yang baru kamu kenal, bung.tidak semuanya bisa menerima segala hal dengan lapang dada...'. Saya tidak berani bertanya lagi karena hal ini sepertinya sudah diluar batas. 


"tapi bagi saya itu tidak menyurutkan niat saya mas. karena niat saya ingin menjadi seorang guru, jadi saya harus membekali diri saya sendiri untuk lebih baik.salah satunya dengan mengisi otak saya dengan ilmu-ilmu yang bisa saya bagikan kepada murid-murid saya..ya, dengan kuliah ini...", ungkapnya. Sebuah ungkapan yang polos dan jujur keluar dari mulut seorang wanita yang menurut saya sholeha. Tutur kata yang keluar dari mulutnya begitu menenangkan. tidak pernah menyudutkan atau bernuansa negatif. semua diungkapkan dengan positif. Sebuah pandangan yang sangat dewasa. Jauh berbeda dengan saya. Terkadang saya sendiri bisa lupa dengan semuanya apabila sesuatu hal yang jelek sedang terjadi. manusia bisa menjadi bijak ketika mereka pernah mengalami sesuatu hal yang buruk terjadi dalam kehidupannya. mereka harus memilih sebuah pilihan yang sulit. pilihan terbaik dari pilihan-pilihan terburuk. Bukan kehendak mereka untuk menghadapi ini tetapi realita kehidupanlah yang menjadikannya. lagi-lagi untuk tidak cengeng. 


"kalau boleh tahu, saat ini mbak sudah PNS kah..?", tanya saya. sebuah pertanyaan yang ragu untuk ditanyakan. Tidak ingin menebak tetapi tidak ingin menyakitkan juga. 
"belum mas..", jawab nya sambil tersenyum. 


Njleep. mungkin itulah yang terjadi dalam diri saya saat ini. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin ini bisa terjadi kepada seorang wanita yang baik tutur katanya. Bagi saya, pekerjaan yang dilakoni wanita ini sungguh mulia. memang terkesan tidak penting seperti pelajaran lainnya kayak matematika atau IPA. tetapi sebuah kemampuan dan skill yang spesifik dan tidak banyak orang yang menekuni ini seharusnya menjadi pertimbangan Departemen Pendidikan Nasional. 'hufh..'. Saya hanya bisa bergumam dalam hati dan mengutuk orang-orang di balik layar tersebut. 


"tapi sebentar lagi kan mbak..? sudah pernah ikut test CPNS-nya kan mbak..?", tanya saya pelan.
"ya, mudah-mudahan, mas. saya sudah pernah mengikuti test nya mas. tapi berhubung lagi-lagi BK ini tidak memerlukan banyak tenaga pengajar jadinya penerimaannya tidak banyak...", ungkapnya sambil tersenyum kepada saya lagi. 
"Oooo...", 
"ya..semua ada jalannya masing-masing mas.untuk saat ini saya mesti bersabar dulu. karena saya yakin semua akan indah pada waktunya kok..", ungkapnya tegas. 
"waw...", decak saya dalam hati. Terkagum-kagum saya dengan penyataan yang keluar dari mulutnya. Masih ada manusia yang bisa begitu dewasa dan sabar. Saya hanya bisa terdiam seribu bahasa saat ini. Perjalanan saya ke Cemoro Lawang terasa begitu indah dengan obrolan yang berbobot dan membumi ini. Waktu yang lama tidak terasa sama sekali bahkan terasa berhenti sejenak. 


"saya sih yakin kepada Allah mas.Rejeki setiap manusia itu ada sendiri.tidak akan tertukar. Ibarat sandal jepit, tidak mungkin akan bertukar pasangan dengan sepatu. semua akan berjalan sesuai koridornya masing-masing. Allah akan memberikan yang terbaik bagi umat-Nya.dan saya yakin mas, semuanya indah pada waktunya. saya tidak tahu kapan waktunya itu, tapi saya yakin. kalaupun belum saat ini, itu berarti saya dituntut untuk bersabar oleh Allah besok, lusa, minggu depan, tahun depan bahkan sebelum saya menutup mata saya di dunia ini. Allah menguji kesabaran setiap umat-Nya dan semua dikembalikan kepada umat-Nya lagi, sabar tidak dengan yang diterimanya saat ini. Kalau umat-Nya sendiri tidak sabar, gimana Allah memberikan yang terbaik. saya percaya Allah tidak akan menguji melebihi kemampuan umat-Nya.semua ada batasannya kok mas. saya yakin itu..", ungkapnya sambil membersihkan kacamatanya yang berembun karena hembusan udara yang dingin.
"edaaannn.......", gumam saya dalam hati. Semakin bertambah decak kagum saya terhadap wanita ini. entah bagaimana mungkin segala hal yang dihadapi dan dijalaninya semua selalu diperhitungkan dengan aura positif. semakin banyak pertanyaan jahat yang terlintas di benak saya. 'apakah sampai segitu beratnya kehidupan wanita ini sehingga semua hal dinilai dengan sebuah semangat positif..'. sebuah pertanyaan yang tidak mungkin saya tanyakan namun hanya bisa saya simpan dalam hati saya. 


"iya sih mbak...", ujar saya membenarkan paparan wanita ini. "namun saat ini sering kali manusia-manusia yang ada lupa dengan segala hal ini.Segalanya selalu ingin yang instant.tidak mau prosesnya, hanya ingin hasilnya.itu pun ingin hasil yang baik.kalau bisa terbaik malahan. manusia saat ini entah mengapa sering kali lupa untuk bersyukur dengan apa yang sudah ada dalam dirinya.diterima dirinya.semakin serakah.tidak pernah puas.di satu sisi bagus sih, tapi seringnya kebablasan.lupa untuk bersyukur. manusia saat ini seringnya hanya menilai bahwa dirinya selalu berkekurangan..kurang inilah, belum punya inilah, mau itulah. tapi semuanya melihat dari orang lain.dan selalu dibanding-bandingkan. selalu merasa rumput tetangga lebih hijau dibanding rumputnya sendiri...", ujar saya spontan. Entah ada setan apa yang terlintas dalam otak saya ketika mengucapkan tadi sampai saya sendiri tidak ingat kalau itu saya. saya tidak percaya dengan ucapan saya sendiri. 'yang baru bicara Itu benar-benar saya kah..?'. saya juga tidak ingat. memori otak saya sepertinya sudah terhapus walau baru beberapa menit yang lalu. 


"betul mas..", ujarnya mengiyakan apa yang saya utarakan. 
"semakin kesini, motivasi saya untuk hanya sekedar menjadi PNS sudah tidak terlalu kuat.keinginan masih ada tapi tidak seperti dulu. semua saya jalani dengan apa adanya mas.saya jalani dengan senang. karena sesuatu yang dijalankan dengan senang maka kesulitan apapun itu pasti bisa diselesaikan. apabila hati kita senang maka langkah yang kita ambil itu terasa ringan. Semua tidak hanya semata karena uang. ada sesuatu yang tidak bisa dinilai karena nominal. banyak orang kaya entah itu dari jabatan atau pekerjaannya tapi dalam hatinya itu merasa tidak senang. sama aja bukan mas..?", sebuah pertanyaan yang sekonyong-konyong menampar keras wajah saya. saya bukan orang mampu namun rasanya pernyataan wanita ini sungguh. benar sekali. 


"betul mbak...", ujar saya singkat. "yah, semoga semua dilancarkan ya, mbak ..", sambung saya sambil melirik jam tangan saya yang sudah hampir setengah 10 malam. Cemoro lawang masih jauh kelihatannya. 


"kayak saya sebelumnya sudah saya pernah bilang tadi.rejeki sudah ada yang ngatur mas. untuk sharing saja. Teman saya yang sama-sama ikutan test masuk dengan saya namun rejekinya berbeda. saya tidak lulus sedangkan dia lulus. padahal saya lebih duluan masuk walau cuma beda beberapa bulan saja di sekolah ini, mas. nyesek sih, mas. tapi saya gak kecil hati malah saya mengingatkan diri saya sendiri untuk semakin bersabar. namun akhirnya saya mengetahui kuasa Allah belum datang kepada saya. rejeki temen saya diberikan karena ada sesuatu. Tidak lama setelah pengangkatan, temen saya mengalami sebuah musibah. bukan untuk dirinya sih. tapi keluarganya. Adiknya temen saya ternyata hamil diluar nikah tapi adiknya belum punya pekerjaan. jadinya temennya saya harus menikahkan adiknya secepatnya dan juga membiayai kehidupan adiknya. dan semuanya dari gaji temen saya yang jadi PNS. saya tersadarkan bahwa dengan status PNS nya dia ternyata dia lebih dibutuhkan saat ini. sedangkan saya saat ini belum terlalu membutuhkan mas. jadi saya tetap bersyukur buat temen saya. Kalau misalnya temen saya tidak atau belum menjadi PNS, mungkin adiknya jadi luntang lantung tidak ada yang membantu bukan, mas..?. jadi kan Allah memang menunjukkan jalannya di saat yang bener toh , mas...", ungkapnya. 


Laksana petir di malam gelap ini menggelegar di kepala saya. serasa tidak percaya dengan apa yang saya dengar ini. Semakin mengingatkan saya untuk selalu bercermin dan bersyukur dengan segala sesuatu yang sudah diberikan oleh Sang Pencipta. Hidup memang hanya satu kali dan selalu diingatkan kepada kita bahwa jangan pernah terpikirkan oleh kita untuk berpikiran jelek. Kita tidak akan pernah tahu keajaiban dari Sang Pencipta. 


Saya Terdiam. Saya tenggelam hingga dasar terdalam. 


"saya sudah hampir 3 kali disalip sama temen saya, mas. lagi-lagi saya mesti bersabar...", ujarnya.
"oh ya, mbak..?", sambung saya spontan dan tak percaya. 
"iya mas. Ada kejadian lain lagi,mas. lagi-lagi saya dan temen saya sama-sama ikut ujian. kali ini beda waktunya cukup jauh. dan lagi-lagi saya belum lulus ujiannya. sedangkan temen saya lulus. lagi-lagi nyesek hati saya sih mas. tapi lagi-lagi kuasa Allah bekerja pada jalan-Nya. saya dicerahkan kembali kalau memang jalan temen saya memang harus demikian cepat untuk menjadi PNS dibanding dengan saya. lagi-lagi tidak lama setelah temen saya diangkat PNS, ternyata temen saya terkena HIV. ya, beruntungnya temen saya sudah menjadi PNS  sehingga pengobatan temen saya yang mesti rutin cek kesehatannya bisa lebih murah. bayangin saja mas, obat yang mesti dikonsumsinya itu lumayan mahal dan mesti diminum setiap hari nya. kalau pakai duit sendiri kan bisa tekor, mas...", ujarnya. 
"iya mbak..", saya mengiyakan dengan anggukan kepala. 
"setidaknya selama sudah menjadi PNS, obat-obatan yang dikonsumsi kan bisa lebih murah.ada yang ditanggung tidak sepenuhnya biaya sendiri. rejekinya memang sudah diatur demikian. temen saya memang lebih memerlukan saat ini dibandingkan saya sekarang...", ungkapnya dengan suara lirih. 


Malam ini saya seperti berada di sebuah kebaktian dalam gereja yang mana pendeta memberikan khotbah-khotbah tentang kehidupan manusia didasari oleh semua yang tertulis dalam kitab suci. Saya seperti mendapatkan sebuah pencerahan dari seorang pendeta layaknya kaum-kaum papa yang haus akan motivasi diri untuk menjadi manusia yang bersih dan menjalankan hidup berdasarkan petunjuk Sang Pencipta. Menjadi manusia seutuhnya yang lebih baik. 


"menjadi PNS memang menjadi idaman setiap orang ya, mas. terutama untuk orang-orang kampung seperti saya. walaupun masih belum berstatus pegawai tetap namun saya tidak merasa kekurangan kok mas. gaji saya memang tidak banyak tapi saya rasa masih cukup kalau hanya untuk makan. makan nasi sama garam juga tidak menjadi masalah, mas. saya tidak malu. menurut saya, lebih baik saya mendapatkan uang yang cukup namun diperoleh dengan cara halal daripada mendapat uang banyak tapi dengan cara-cara gak jelas.ngerugiin orang lain. malah bikin malu saja.lebih baik bersikap seperti apa adanya..tidak memaksakan sesuatu diluar kemampuannya namun caranya kotor..", ujarnya. 


Memang benar apa yang diucapkan wanita ini. sebuah kejujuran itu mahal. kadang manusia saat ini merasa malu terutama dengan orang-orang yang ada di sekitarnya apabila tidak bisa terlihat 'lebih'. Gengsi yang terlalu tinggi hingga merugikan dirinya sendiri bahkan hingga keluarganya.  Gengsi itu mahal. bangsa ini terlalu pongah dengan sebuah prestise. 


"mas, depan koramil ya...", ujar wanita ini memberikan instruksi kepada mas Safii untuk berhenti di depan Koramil. Pandangan mata wanita ini tertuju ke depan sambil mengemas plastik-plastik belanjanya. 


Saya melihat persiapan wanita ini dengan sesama, dan sebuah sambutan senyuman diberikan wanita ini kepada saya. Manis. 


"baru pertama kali ke Bromo, mas..?", tanya wanita ini sambil membereskan plastik-plastik belanjanya. 
"iya,mbak...", jawab saya singkat. 
"asli mana mas..?", 
"Klaten,mbak..podo jawa ne kok..hehehe", jawab saya. 
"Ooo...", gumamnya. "sendiri mas..?", lanjutnya. 
"iya mbak...", jawab saya lagi. 'lagi-lagi pertanyaan ini...', gumam saya dalam hati. pertanyaan ini sebelumnya sudah ditanyakan wanita ini kepada saya, namun saya tetap menjawabnya dengan senang hati. 
"masih single ya, mas..?", tanyanya. 
"iya mbak..hehehe....", jawab saya sambil menyengir ala kuda. "kalau mbak sendiri...?",
"sudah menikah mas...", jawabnya. 
"sudah ada momongan mbak...?", tanya saya lagi. 
"belum mas. hehehe...", jawabnya sambil tersenyum. 


Saya pun ikut tersenyum juga. Obrolan ini seperti dua orang sahabat yang sudah sering bertemu. Mengalir. 


"kalau mengingat ini, saya seperti curhat mas..", ungkapnya kepada saya. 
Saya tidak mengetahui pasti maksud ucapan wanita ini namun seperti ini penuh dengan sebuah kepedihan juga. Sama seperti apa yang dialaminya dalam pekerjaannya. 
"mungkin saya hanya ingin berbagi saja kepada mas, yang belum menikah ya, mas..bisa menjadi pertimbangan untuk mas nantinya..kalau baik ya silahkan diambil, kalau ndak ya dibuang saja...", ujarnya. 


Saya terbengong dengan pernyataan wanita dan hanya mengangguk pelan tapi tidak mengerti. 


Wanita ini menghembuskan nafasnya dengan keras. bahkan bisa saya dengar hembusannya. 
"Selama saya kuliah di Jember, saya mempunyai seorang pacar.sama-sama satu jurusan, mas. hubungan saya sudah dekat dengan keluarganya, begitu juga sebaliknya. hubungan kita sudah hampir 5 tahun.dan kita sudah tunangan juga.jadi tinggal menunggu waktu untuk menikah. selalu dekat. namun, begitu selesai kuliah kita masing-masing bekerja. tapi hubungan kita tetap ada, walau tidak intesn setiap hari bertemu.hanya sekali seminggu , kita bisa bertemu. kalau bukan saya yang ke Jember, pacar saya yang ke sini. Kita sama-sama mengerti dengan kondisi ini.karena dia juga bekerja di Jember...sebagai karyawan swasta, mas ..", ujarnya. 
"Oooo...", 
"iya mas...", ujarnya. 


Di satu sisi saya salut dengan wanita ini yang masih kukuh untuk mempertahankan hubungannya dengan pacarnya yang berada di Jember. LDR. Long Distance Relationships. Sebuah hubungan yang biasanya akan kandas apabila tidak memiliki sebuah topangan yang cukup kuat diantara keduanya. dan saya termasuk juga mengalaminya. Sebuah kepercayaan mutlak yang kuatlah yang mampu menghapuskan semua kegalauan yang terjadi. Sedih. 


"gak capek mbak hubungan jarak jauh kayak gini..?", tanya saya. 
"capek sih mas..tapi saya kan tidak boleh egois dan hubungan saya juga sudah serius untuk tahap yang lebih mantap lagi.bukan hanya sekedar pacaran saja,mas...", lanjutnya. 


Saya mengeser ke kanan kiri pantat saya karena pegal dan juga panas dari mesin yang tepat berada di atas jok kursi saya duduki. Serasa seperti di sate. hufh....


"namun tidak lama kemudian, pacar saya sakit.ginjalnya kambuh bahkan lebih parah..Gagal ginjal mas.alhasil, pacar saya tidak boleh bekerja terlalu capek dengan badannya. mesti jaga kondisi. yah, mau tidak mau saya yang harus ke Jember setiap weekend...", ungkapnya lirih meneruskan penjelasannya kepada saya. Saya semakin mendengarkan dengan seksama. Moga-moga bisa bermanfaat bagi saya terutama untuk masalah percintaan ini. hehehe...


"Oooo...", 
"tapi namanya juga sama-sama orang kerja ya mas, kadang-kadang ada saja halangan atau acara mendadak sehingga gak bisa ke Jember.capek mas...", ujarnya pelan sambil berkaca-kaca. 
"kadang saya bingung sendiri mas, tapi lagi-lagi Allah menguji kesabaran saya. Pacar saya yang sebelumnya cuci darah sebulan sekali menjadi semakin rutin sebulan 2 kali. namanya orang sakit ya mas, ada perasaan ingin diperhatikan oleh orang yang disayang dan pacar saya ingin saya berada di sampingnya setiap pacar saya cuci darah di Rumah sakit. gak mau orang lain, walau keluarganya juga. namun, saya juga manusia.cewe lagi mas.ada batasan-batasan kemampuan saya yang tidak bisa saya lalui sendiri.bolak balik Jember-Probolinggo kan lumayan ya, mas. belum lagi kegiatan sekolah yang kadang-kadang diadain setiap sabtu atau minggu. hufh....kalau badan saya sehat, saya ke Jember kalau tidak saya tidak ingin memaksakan. namun, pacar saya tidak peduli itu. pokok nya saya harus ada disampingnya.apapun alasannya..", ungkapnya getir. 
"masa sampai segitunya mbak..?", gumam saya tidak percaya. 
"iya mas...", ujarnya. 


Sesekali humbusan asap rokok mas Safii mengarah ke wajah saya membuat saya batuk. Kipasan tangan saya untuk menghindar asap rokok tersebut tidak bisa menghalau semuanya. Saya, seorang laki-laki yang hidup di era modern menganggap rokok itu sebuah bangain yang tidak penting. Bahkan ada mitos tak berasal usul dan menganggap pria-pria yang macho harus merokok namun bagi saya itu bullshit. ibaratnya apakah semua masyarakat muslim harus tinggal di arab, kan tidak mesti kan..?. paling annoying dengan rokok namun saya tidak bisa memaksa orang untuk tidak merokok. karena itu adalah sebuah pilihan. sama seperti hidup. Kita sudah bisa memilih dari sekian banyak pilihan, dan kita juga sudah harus tahu konsekuensi dan akibat dari pilihan tersebut. bahkan terkadang harus ada sebuah perjuangan yang harus diambil. hufh. 


"maaf mas...", ujar mas Safii namun tetap merokok dan menganggap saya seperti hantu. berlalu. 


Hufh... Saya hanya bisa melengus kesal saja. 


"Iya mas.malah semakin menjadi-jadi. pacar saya semakin stress. alhasil, frekuensi cuci darahnya semakin rutin. menjadi 2 minggu sekali dan lama-lama menjadi seminggu sekali. mungkin mas pernah dengar juga, kalau sekali cuci darah itu biayanya lumayan besar. semakin sering cuci darah alhasil semakin besar pengeluarannya. tapi saya tetap mendoakan dalam setiap shalat saya supaya pacar saya sembuh walaupun kemungkinannya itu kecil. Saya tidak minta yang muluk-muluk, cuma kesembuhan saja. saya yakin kuasa Allah itu besar.tidak ada yang mustahil bagi-Nya. selama kita percaya pada-Nya, kita akan dibukakan jalan. Karena semakin sering cuci darah, mau tidak mau saya semakin sering ke Jember dan mengabaikan kewajiban saya sebagai guru di sini. Sesekali masih dimaklumi, namun karena keseringan saya pernah ditegur kepala sekolah karena ini. untungnya setelah saya beri penjelasaan sebenarnya kepada kepala sekolah, beliau akhirnya mengerti dan memaklumi keadaan saya...", lanjutnya menjelaskan setelah peringatan ketidaksukaan asap rokok mas Safii kepada saya. Wanita ini tidak mau ambil pusing. Posisi duduk yang tepat berada di samping jendela sehingga asap rokok tersebut tidak sampai tercium ke dalam batang hidungnya. mencolek saja apalagi. 


Kesel...'kenapa saya yang harus disini yah....?'. gumam saya dalam hati. 


"tapi saya kan tidak enak juga mas.jadi sering membolos..", lanjutnya. 
"oh.ya...?", 
"iya mas. namun akhirnya keluarga pacar saya merasa iba dengan apa yang saya alami.mereka merasa kasian. dan mereka berbicara dengan saya tentang kelanjutan hubungan saya dan pacar saya. tapi obrolannya tidak dengan pacar saya...", ujarnya. 
"ttrus akhirnya gimana, mbak..?", tanya saya tidak sabar menunggu kelanjutannya. Cerita wanita ini seperti sebuah sinetron striping yang ditayangkan tiap hari di televisi saat ini. penuh dengan air mata yang menjadi nilai jualnya. cerita yang semakin sedih dan dramatis maka semakin tinggi ratingnya. Kalau saya jadi produser-nya, mungkin cerita wanita ini akan saya angkat ke sebuah sinetron. 


Saya berpikir usil tentang sinetron yang seperti apa layak diproduksi nantinya. Saya berkhayal sambil tersenyum-senyum sendirian.  "mungkin judulnya yang pantas adalah ANUKU ROBEK kali yah....'.  hehehe... tapi saya teringat kembali lagi dengan ceita penderitaan wanita ini. tidak sepantasnya saya seperti itu. menjelek-jelekan kehidupan wanita ini. Saya seharusnya berempati dengannya, bukan iseng-iseng yang tidak jelas. 
"aduh mbak...maafin saya yah...", gumam saya dalam hati dan membuang ide konyol tersebut jauh-jauh. 


Iya juga. sebuah fokus yang bercabang dengan tekanan yang berat dari semua pihak pada akhirnya akan berkumpul menjadi sebuah titik kulminasi bak sebuah bom waktu yang setiap saat stand by menunggu waktunya untuk meledak. 


"saya akhirnya menyerah mas.menyerah dalam arti bukan untuk putus hubungan sama sekali. tapi hubungan sebagai pacar sudah selesai.namun saya masih tetap bisa menemui pacar saya  kapan saja walau tidak se-intens seperti sebelumnya. keluarga pacar saya juga menerimanya dan ikhlas dengan kondisi ini. malahan mereka merasa tidak enak dengan saya.karena mereka anggap pacar saya sudah merepotkan saya. awalnya pacar saya tidak mau menerima dengan keputusan ini, namun dengan bujukan dan nasihat keluarganya akhirnya pacar saya juga ikhlas...", ujarnya sambil menyeka kedua air matanya yang sudah berkaca-kaca dengan sapu tangan berwarna putih. Kejadian yang tidak menyenangkan mengingatkan wanita ini lagi akan kenangan-kenangan mereka. 


"maaf ya, mbak..", ungkap saya bersimpati dan mereasa tidak enak dengan wanita ini. 
"gak pa-pa mas..", jawabnya sambil melepaskan kacamata dan menghebuskan nafasnya dengan panjang. 


Saya hanya bisa terdiam dan mematung sambil memandang lurus jalanan yang gelap seperti tidak berujung. Layaknya sebuah kehidupan yang kita tidak mengetahui bagaimana akhirnya nanti. Hanya bisa menjalankan bak seorang aktor film namun tidak dapat memastikan ending-nya apakah akan sedih atau bahagia. 


"tidak lama kemudian dan saya berada di Probolinggo, saya mendapatkan kabar dari keluarga mantan pacar saya kalau dia sudah tidak ada. saya sangat sedih mendengarnya tapi saya bahagia dengan hal ini. setidaknya mantan pacar saya sudah tidak perlu merasakan kesakitan lagi di dunia ini dan dia sudah merasakan kebahagiaan di alam sana.saya yakin itu. selama dia masih hidup, paling tidak harus bolak-balik cuci darah dan itu sakit, mas. saya sendiri yang cuma melihatnya itu gak kuat.bagaimana dengan dia..", ungkapnya lagi. 


"mbak langsung pergi ke Jember...?", tanya saya.
"iya mas.saya menghadiri pemakamannya juga dan bertemu dengan semua keluarganya yang sudah saya anggap sebagai saudara saya sendiri.saya berjanji untuk tidak menangis saat pemakamannya namun hati ini tidak kuat, mas. air mata saya mengalir dengan sendirinya tanpa bisa saya tahan. sebagian jiwa saya sepertinya ikut hilang juga dan hampir tidak sadarkan diri..", kenang wanita ini. 


"tapi, inilah kehidupan ya, mas. Rejeki, Jodoh,Maut kita tidak tahu bagaimana ujungnya. hanya Allah yang punya kuasa. Kita sebagai manusia hanya bisa berencana namun Allah juga yang menentukan...", lanjutnya sambil menegakkan posisi duduknya yang keliatannya tidak nyaman. 


"maaf ya, mbak..", ujar saya. lagi-lagi hanya itu yang bisa terucap dari mulutnya. mulut saya seperti berat untuk berucap. seperti ada lem yang merekatkan liang-liang mulut sehingga menempel dan sulit untuk mengeluarkan kata-kata. 


Manusia sering kali berlari untuk menghindari semua yang terjadi dalam hidupnya terutama hal-hal yang tidak biasa dalam dirinya. Pedih. Sedih. Getir. bahkan hingga putus asa sering kali membuat manusia itu tidak mampu untuk berpikir lebih arif akan hidupnya. Tapi wanita ini.... Hatinya seperti seorang malaikat yang mampu mengademkan hati-hati manusia yang terbakar dengan kedengkian, hawa nafsu, kezholimian dan hal-hal buruk lainnya. 


"gak pa-pa kok mas..malah saya yang berterimakasih.setidaknya saya bisa bercerita dan hati saya jadi bertambah plong. membagi pengalaman hidup tidak harus dengan yang indah-indah saja, mas. memang pengalaman saya sangat menyedihkan dan seharusnya saya tidak membagikan ini kepada mas. tapi ketika mengobrol dengan mas, feeling saya seperti bercerita kepada seorang adik. Pengalaman kakaknya yang tidak ingin dirasakan oleh adiknya kelak...", ungkapnya. 


Saya hanya bisa shock dengan apa yang saya dengar tadi. 'benarkah..?'. 


Jarum jam tangan saya sepertinya berhenti lama karena terlalu banyak wejangan dan pengalaman hidup yang saya dengarkan dari wanita ini. sudah berapa jam-kah perjalanan ini di dalam mobil Colt ini. 2 jam. 3 jam. 1 hari. Saya pun tidak perduli lagi. 


"ya,, setidaknya setelah itu, mbak sudah bisa fokus lagi untuk mengajar kan mbak..", ujar saya. 


"iya mas..", jawabnya. 


"Gusti, mimpi apa saya kemarin ya..kenapa di dalam mobil ini sepertinya ada yang membawa pesan pesan kehidupan yang nyata untuk diri saya. Gusti....", gumam saya dalam hati dan tertunduk lesu.  


Lagi-lagi. 


"kemudian bertemu dengan suami mbak sekarang, gimana ceritanya..?", tanya saya polos. 'ooups...'. Saya sungguh lancang sekali menanyakan hal yang pribadi ini. Kebiasaan saya yang suka ceplas-ceplos kayak mercon seringnya berbicara seperti tidak ada saringan. bocor dan butuh dicor. saya baru menyadarinya beberapa detik mungkin 2 detik setelah saya menanyakannya.' bodoh...'. umpat saya dalam hati untuk kebodohan saya sendiri. 


"namanya jodoh ya mas, kita tidak tahu kapan, dimana, dengan siapa dan bagaimana jodoh itu hadir untuk kita. semua berawal dari acara reunian, mas. Reuni SMA..heheh...", jawabnya semangat.


"Oo...", ujar saya pelan. 
"nah, kalau ada acara reunian SMA itu datang saja mas..apalagi kalau jomblo. sapa tahu jodoh kita ada. biasanya...biasanya lho mas...jodoh itu gak jauh dari kita-kita juga kok..", imbuhnya. 


"heheheh....", tawa saya mengiyakan saja. 
"dulu begitu teman-teman saya tahu kalau saya sudah putus dan pacar saya sudah meninggal ada 2 orang yang dekat dengan saya. sama-sama saya kenal baik mereka. satu teman SMA saya, satunya tinggal dekat rumah saya. keduanya baik dan sopan, mas. kalau yang teman SMA saya itu orangnya cakep, mas. kayak artis gitu deh..", ungkapnya bersemangat.
"kalau yang satu lagi, mbak..?", tanya saya memancingnya. 
"kalau yang satu lagi itu biasa saja, mas. namanya juga cewe ya mas, pasti maunya pacaran dengan orang yang ganteng terutama untuk wajahnya.saya gak munafik kok, mas. saya pikir itu wajar ..", ujar nya 


"iya sih, mbak..saya juag begitu..hehehe..", jawab saya mengiyakan. 
"tapi karena umur juga mas,saya sudah tidak muda lagi dan saya tidak ingin hanya ingin pacaran saja. saya mau yang serius. dan saya bawa permintaan saya ini setiap shalat tahajud. saya meinta pencerahan dari Allah untuk jodoh saya. saya tidak minta yang macem-macem kok, mas.saya minta kepada Allah, kalau Dia jodoh saya didekatkan, kalau tidak sebaiknya dijauhkan.."ujarnya tegas. 


"Saya juga tidak percaya mas, saya bermimpi tentang jodoh saya. namun apa yang saya harapkan tidak sesuai dengan apa yang muncul dalam mimpi saya. saya mengharapkan teman SMA saya yang ganteng yang muncul dalam mimpi saya, namun yang ada malahan tetangga saya yang mukanya biasa-biasa saja. saya malahan ingin membuang jauh dia dari pikiran saya. tapi Allah berkata lain. tetangga saya ini muncul dalam mimpi saya. bukan sekali, mas. tapi 3 kali...", ungkapnya. 


"oh ya, mbak..?masa sih sampai 3 kali..?", tanya saya seakan tidak percaya. 
"iya mas. ketika mimpi untuk pertama kali dan tetangga saya muncul dalam mimpi saya, saya mengganggap nya biasa. namun ketika mimpi yang kedua, saya mulai terjaga dan setengah menyadari. hingga mimpi yang kedua dan masih muka tetangga saya yang hadir dalam mimpi saya akhirnya saya mantap bahwa pria ini adalah jodoh saya. Pria yang layak menjadi pasangan saya dan bersanding di samping saya serta yang pasti mampu menjadi imam dalam keluarga saya nantinya..", ujarnya. 


Saya tidak percaya dengan cerita wanita ini tapi demikianlah yang terjadi. saya tidak mungkin menganggap cerita wanita ini bohong atau isu belaka. Seorang wanita yang berpakaian menutupi auratnya dan sopan tutur katanya tidak mungkin bersikap demikian. 'toh buat apa wanita ini bercerita hingga demikian kepada saya.tidak ada untungnya bagi dia.apalagi untuk saya...'.


"setelah tetangga saya ini muncul dalam mimpi saya dan Allah sudah menjawab permintaan saya, saya menanyakan keseriusan tetangga saya ini. dan tidak lama kemudian keluarga tetangga saya ini datang ke rumah orang tua saya dan melamar saya..", ungkapnya dengan gembira. 


"akhirnya kami menikah 3 bulan yang lalu, mas..", ujarnya sambil tersenyum. 
"wah, selamat ya mbak..ternyata jodoh tidak kemana. Tuhan sudah memberikan jodohnya sesuai dengan jalannya masing-masing..", ungkap saya antusias.


"makasih mas..", jawab nya dengan tersenyum. 
"semoga lekas dapat momongan ya, mbak..", ujar saya sambil tersenyum juga. 
"Amin, mas.Sekarang doa saya adalah cepat diberikan momongan saja, mas. kalau rejeki sudah diatur..", ungkapnya.
"iya, mbak..mungkin sambil mbak mesti mempersiapkan diri juga sebagai seorang ibu ya mbak..", ujar saya.
"iya, mas..", jawabnya singkat. 


Obrolan saya terasa singkat ketika pandangan lurus saya terlihat sebuah Koramil yang berjarak kira-kira 100 m lagi. "aaagh.., rasanya tidak ingin selesai obrolan ini..'.


"Koramil, mbak...", ujar mas Safii mengingatkan wanita ini.
"iya mas. saya berhenti pas di depan gang itu ya, mas..", ujarnya kepada mas Safii. 


Saya memperhatikan wanita ini yang bersiap-siap untuk turun dengan plastik-plastik belanjaannya. di bawah dashboard mobil Colt ini. 


"kalau main kesini mampir ke rumah saya, mas. bilang saja rumah pak Adi.gak jauh dari jalan kok..", ujarnya untuk mengajakku.
"iyo, mbak..matur suwun..", jawab saya sambil tersenyum.
"apa yang saya obrolkan tadi, mungkin bisa jadi pengalaman mas...", ujarnya.
"pasti, mbak.kalau boleh tahu nama mbak siapa toh..?", tanya saya untuk terakhir kalinya.
"saya Indri, mas. kalau mas nya sendiri...?", tanyanya kepada saya.
"saya Mungkas, mbak..", jawab saya dan sesaat kemudian mobil Colt ini berhenti tepat di depan gang yang muat untuk dilalui 1 buah mobil ke dalamnya. Wanita ini langsung membuka pintu dan berpamitan kepada saya juga dengan mas Safii.


"Hati-hati ya, mbak...", ujar saya spontan yang selalu saya ucapkan untuk orang-orang yang akan berpisah dengan saya. Wanita ini, mbak Indri, tersenyum kepada saya untuk yang terakhirnya dan beranjak pergi menjauhi mobil Colt ini begitu juga sebaliknya. 


Perjalanan di jalan gelap ini menuju Cemoro Lawang ternyata saya mendapattkan jalan yang tidak gelap seperti adanya. banyak jalan-jalan yang baru dan menjadi masukan bagi diri saya sendiri. jalan kehidupan. Tidak sering bahkan jarang sekali saya mendapatkan sebuah obrolan yang bermutu seperti ini jika tinggal di Jakarta. kebanyakan obrolan hanya seputar gosip, menjelekkan orang lain, merasa dizholimilah yang paling sering dibicarakan. bahkan seringnya tidak ada obrolan sama sekali. Manusia di Jakarta terlalu sibuk dengan kehidupannya sendiri sehingga melupakan manusia lainnya. Merasa sendiri tapi tidak ingin ditemani. 


Banyak orang terlalu menutup dirinya untuk berbicara dengan orang lain terutama dengan orang-orang modern saat ini. hidup dengan Blackberry dan selalu BBM menjadikan manusia saat ini seperti manusia robot.Hanya berbicara ketika diperlukan, kalau bisa semuanya lewat handphonenya. 


Obrolan saya dan mbak Indri seperti sebuah magnet yang saling berdekatan. menempel. walau hanya pada sebuah mobil Colt.


Ketika manusia merasa jatuh dengan kehidupan yang dihadapinya, entah itu Rejeki yang seret atau  jodoh yang belum kunjung datang, tetap yakinlah bahwa semuanya akan datang tepat pada waktunya. Tidak saat ini tapi pasti nanti. Bersabar. semua akan hadir dan indah pada waktunya. tetap berdoa dan berusaha. 






ps : dedicated to mbak Indri and mas Safii. 




With life, 


MKS
Probolinggo, 29 Maret 2012 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar