Sabtu, 28 Juli 2012

Aku, Sepeda, dan Sepatu

Aku termasuk tipikal manusia yang aktif akan kegiatan outdoor, terutama berkaitan dengan hal-hal yang berbau dengan alam. Selain travelling yang menjadi hobby dan passion-ku saat ini serta mengabadikan passion-ku tersebut dalam sebuah foto, aku juga menyukai kegiatan bersepeda. Bagiku bersepeda itu sama seperti berjalan namun layaknya berlari. Dapat tiba di tujuan yang ingin aku lewati dalam waktu yang singkat. Tidak semua orang menyukai bersepeda, namun tidak banyak juga yang 'tiba-tiba' menyukai sepeda karena sesuatu di'belakang'nya. Entah itu karena manfaat yang banyak didapati dengan bersepeda atau menjadi salah satu pendukung kampanye Go Green serta Bike To Work. Namun, hindarilah apabila hanya ingin mendapat simpati dari orang yang Anda sukai. Bad Effect.



Lakukanlah hal-hal yang memang Anda sukai bukan karena melakukannya untuk menarik simpati orang lain. 
Pertama kali aku bisa bersepeda sejak umur 3 tahun, bukan sepeda anak-anak pada umumnya, tapi sepeda orang dewasa. Keterbatasan finansial menjadikanku harus beradaptasi dengan yang dimiliki keluargaku. Bukan keluargaku yang mengikuti kemauanku. Alhasil, efek positifnya, aku tidak butuh waktu yang lama hanya untuk sekedar belajar bersepeda. Jatuh, luka hingga tercemplung dalam selokan bagiku sudah biasa. Benar juga slogan dari sebuah iklan televisi, "Berani kotor, berani belajar". Kotor dalam hal ini, bukan hanya sekedar noda tapi lebam-lebam sekitar tubuh sudah menjadi sebuah konsekuensi untuk bisa mengetahui bersepeda. 

Biasanya aku bersepeda hanya seputaran Jakarta saja, tidak lebih. City bike istilahnya. tapi pagi ini aku akan bersepeda dengan partner in crime sepedaku, om Obed, [lagi] serta tamu undangan yang juga goweholic juga, Joanita atau biasa aku panggil Jo. Karena lokasi rumah yang tidak terlalu jauh serta memiliki kesamaan hobby, sehingga inilah yang menjadikan aku dan om Obed kompak dalam urusan ini, bersepeda. Rencana awal bersepeda adalah mencoba trek yang sama-sama belum pernah dijajal oleh kami bertiga yakni trek Jatiasih. Setelah membuat meeting point di Cibubur dengan Jo, secara spontan rute pun berbelok menuju sebuah trek yang jauh dari Jakarta. Trek Rindu Alam di puncak Bogor. Hufh. Spontan?. Aku suka itu. Keputusan di saat-saat injury time menjadikan lebih berkesan dan lebih hidup dibandingkan dengan sebuah keputusan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari. Namun apapun itu, intinya adalah bersepeda. Sepeda ria. Dan kali ini bersepeda di sebuah trek down hill yang berawal tidak jauh dari rumah makan Rindu Alam di Puncak Bogor. Trek yang menantang dengan jalur tanah berbatu serta diakhiri dengan melintasi hamparan kebun teh. 
Keputusan spontan membuat hidup lebih berwarna, tidak monoton. 


Berhubung tamu undangan ini, datangnya belakangan, alhasil 2 sepedaku dan om Obed, dipreteli dulu agar nyaman di dalam mobil dan menempatkan sepeda Jo di luar saja. hehehe..


Perjalanan di hari pertama puasa, Sabtu dan menuju kawasan puncak cukup lenggang tidak seperti biasanya. Padat merayap. Tidak membuang waktu di jalan lebih dari 2 jam, akhirnya tiba juga di titik pembuangan sepeda alias drop off. Sepedaku, om Obed dan Jo dikeluarkan di parkiran yang lebih dikenal dengan warung mang Ade. Kemudian langsung direparasi menjadi sepeda lagi setelah dipreteli bagian ban -nya. 


Karena keputusan spontan, alhasil aku dan Jo, tidak siap untuk pernak-pernik bersepeda. Aku memang sepatu sneaker dan Jo memakai tank top di kawasan puncak yang berangin dingin. Alhasil, Jo semliwir. heheh.. Berhubung sepatu sneakerku yang sedianya hanya untuk bersepeda di trek rata alias city bike namun kenyataannya di  sebuah trek down hill yang tanah berbatu mau tidak mau aku harus merelakan sepatuku belepotan lumpur. 


Trek bersepeda pun dimulai jam 9.30 dari warung mang Ade. menuruni trek yang tanah berbatu, membuatku sedikit H2C [hati-hati cuy]. bagaimana tidak, tidak banyak mengerem, nanti yang ada malah nyosor ke depan jurang, banyak mengerem, ban siap-siap aus karena gesekan. Dua pilihan yang sulit, namun aku tetap memilih banyak mengerem. Ban masih bisa diganti, nah kalau nyawa ?. 
Memilih sebuah keputusan dari pilihan-pilihan yang sulit, banyak membuat hidup ini menjadi dewasa dalam pemikiran. 

Melintasi trek di Rindu Alam sebenarnya susah-susah gampang. Susahnya, karena treknya tanah dan berbatu jadi semakin licin apabila terkena air terutama air hujan serta berbatu jadi agak berbahaya kalau salah teknik. Bukan sepeda ria yang ada sepeda bahaya. Namun gampangnya adalah, trek nya sudah terbentuk dan sering dilewati oleh pesepeda lainnya jadi jangan khawatir untuk tersesat. Cukup ikuti jalur, maka akan menemukan garis akhirnya. 


Selama 1 jam pertama, aku melewati trek tanah berbatu dengan melintasi tanaman yang rimbun menyerupai hutan. Sedikit takut namun berhubung aku tidak sendirian akhirnya ketakutan itu hilang sendirinya diikuti dengan canda tawa karena aku dan om Obed saling menunjukkan kebolehan melintasi trek ini. Kebolehan untuk jatuh. Maklum sebagai pemula dan hanya untuk sepeda ria. 


Aku tidak mengetahui dengan pasti rute untuk trek Rindu Alam ini, hanya berdasarkan cerita dan pengalaman om Obed dan Jo yang sudah pernah menjajalnya. Ketidaktahuanku ini tidak membuat terlihat bodoh namun juga tidak menjadikanku sotoy. Aku hanya diam dan mencerna cerita mereka saja sambil merasakan sendiri adrenalin bersepeda di Rindu Alam. 
Mengikuti dan menerima pengalaman orang lain akan menambah wawasan dalam pemikiran. 
Kurang lebih 2,5 jam melintasi trek Rindu alam dan diakhiri dengan lintasan damai dengan kanan kiri berupa hamparan tanaman teh. Terasa indah karena sepanjang trek ini akan disuguhi dengan tanaman teh yang hijau dengan wanita pemetik yang cantik. Aku , om Obed dan Jo akhirnya tiba juga. Rasa capek dan ngos-ngosan keluar dari hembusan nafas kami terutama om Obed. Tapi namanya juga sepeda ria, yang penting ceria. 


Akhirnya tujuan akhir bersepeda pun selesai. Dan aku melihat ke bawah. Sepatu. Sepatu sneaker yang aku pakai sudah tidak menentu rupanya. Dan yang paling menyedihkan adalah sepatu dan solnya sudah hampir lepas. Rasanya ingin aku tinggalkan namun aku urungkan. Sebuah sepatu yang kini sudah tidak bisa terpakai bukan berarti harus ditinggal. 


Memiliki sesuatu yang rusak bukan berarti harus dibuang,  Simpan walau hanya bisa menjadi kenangan. 

Selamat jalan-jalan dan selamat melakukan perjalanan. 




With Leisure, 


MKS
Puncak Bogor, 21 July 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar