"Travel has a way of stretching the mind. The stretch comes not from travel's immediate rewards, the inevitable myriad new sights, smells and sounds, but with experiencing firsthand how others do differently what we believed to be the right and only way."
- Ralph Crawshaw -
Bandara Sultan Iskandar Muda |
Perjalanan saya pada kesempatan ini akan mengunjungi sebuah propinsi yang terletak di ujung barat Indonesia. Propinsi ke-14 yang akan saya jelajahi walaupun tidak semua sisi wilayahnya. Namun, setidaknya mampu merepresentatifkan keindahan propinsi tersebut. Setiap propinsi memiliki kesan tersendiri bagi saya, dan kali ini Nangroe Aceh Darusallam yang mampu membuat saya terkesima.
Kesan pertama yang saya lihat dari Aceh ketika menapakkan kaki di bandara Internasional Sultan Iskandar Muda di kota Banda Aceh. Bandara yang baru direnovasi, besar, bersih, terlihat megah, arsitekturnya mengadopsi unsur-unsur islami dan mendengarkan lantunan musik islami dari pengeras suaranya. Tidak salah jika propinsi ini dijuluki dengan Serambi Mekkah.
Bandara Sultan Iskandar Muda merupakan bandara yang melayani Kota Banda Aceh dan sekitarnya, yang terletak di wilayah Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Bandara ini juga pernah difungsikan sebagai basis pengiriman obat-obatan yang hilir mudik dari berbagai wilayah di Dunia, kepada para pengungsi yang terisolir di berbagai wilayah yang dihantam Tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004. Tidak mengherankan jika, campur tangan negara asing banyak membantu bagi propinsi Aceh tanpa memperhitungkan negara muslim atau tidak setelah tragedi tersebut dengan tujuan damai dan agung agar penduduk Aceh mampu bangkit dan lepas dari trauma mendalam. Selain itu, adanya kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menjadikan propinsi ini rentan dengan konflik horizontal. Sehingga tidak mengherankan jika, saya melihat banyak spanduk-spanduk bertuliskan "Damai itu Indah" di setiap sisi propinsi Aceh. Dan spanduk tersebutlah yang menjadi spanduk penyambutan kehadiran saya kali ini.
Sebuah slogan yang membuat saya berfikir dan mencoba merefleksikan dengan kondisi bangsa ini yang sedang terpuruk dan memang membutuhkan sebuah tuntunan bahwa damai itu sangat indah. Tidak harus membedakan suku, agama, ras, warna kulit dan adat istiadat. Tidak mempermasalah suku-agama-ras-warna kulit-adat istiadat mana yang benar dan mana yang salah. Semua pada dasarnya sama.
Bangsa ini sepertinya sudah terkikis jiwa nasionalisme dan bergerak ke arah egoisme. Sehingga tidaklah mengherankan jika dipancing dengan sebuah hal yang tidak penting bisa menimbulkan sebuah konflik yang besar. Terkadang, saya sendiri mencoba menjawab dari pertanyaan saya sendiri, "Dimanakah kedamaian itu..?". Entahlah, mungkin semakin bertambah jumlah tahun, damai itu akan sulit untuk ditemukan. Namun, saya tetap optimis bahwa damai itu akan selalu ada terutama di hati.
Tidak ada konflik,tidak akan ada korban. Damai. "Indah bukan..?".
Setelah saya keluar dari bandara dan ingin meneruskan perjalanan saya ke pulau paling ujung barat di Indonesia, mata saya terbuka bahwa propinsi Aceh yang memang memegang teguh norma-norma islami namun tidak menutup diri untuk menerima orang-orang yang bukan berlatar belakang islam. Walaupun tidak menjadi mayoritas, namun agama lain tetap bisa dianut oleh masyarakat yang didominasi oleh penduduk pendatang.
Slogan "Damai itu Indah" bagi saya bukan sekedar sebuah slogan yang hanya menjadi bahan tempelan di spanduk namun menjadi motivasi bahwa Aceh berusaha untuk menjadikan wilayahnya jauh dari konflik-konflik vertikal maupun horizontal yang mampu menimbulkan korban. Tragedi tsunami yang merenggut banyak nyawa meninggal maupun hilang dan tidak ingin terulang kembali agar korban-korban baru lagi.
Tidak mengherankan jika propinsi Aceh menjadi salah satu propinsi yang istimewa di Indonesia. Tetaplah menjadi istimewa, tetaplah menjaga norma-norma agama dan tetaplah menjadikan kedamaian itu sebagai motivasi untuk menjadikan kehidupan agar lebih baik.
Selamat Melakukan perjalanan.
"Teurimong Geunaseh ... !!! "
with Love,
MKS
Banda Aceh, 27 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar